KSAU : 4 Pesawat Tempur Su-35 Bisa Hancurkan Jakarta
KABAR MILITER - Sabtu, 23-04-2016
TSM-Demi memperkuat pertahanan dalam negeri, Tentara Nasional Indonesia (TNI) telah menyusun Rencana Strategis (Renstra) tahap kedua. Program ini dilakukan agar TNI bisa mendapatkan kekuatan pokok minimum atau lebih dikenal dengan sebutan Minimum Essential Force (MEF).
TSM-Demi memperkuat pertahanan dalam negeri, Tentara Nasional Indonesia (TNI) telah menyusun Rencana Strategis (Renstra) tahap kedua. Program ini dilakukan agar TNI bisa mendapatkan kekuatan pokok minimum atau lebih dikenal dengan sebutan Minimum Essential Force (MEF).
Untuk memenuhi program tersebut, modernisasi alat utama sistem senjata (alutsista) lebih digenjot, utamanya menggantikan mesin-mesin perang yang sudah uzur dan termakan usia. Dengan begitu, Indonesia bisa kembali disegani tak hanya di Asia Tenggara, tapi juga dunia.
Sebagai salah satu alat pertahanan, TNI Angkatan Udara juga ambil bagian dalam program tersebut. Matra udara ini berniat mengganti jet tempur F-5 Tiger II. Pesawat ini sudah menjaga langit Indonesia sejak 1980-an, dan sempat di nonaktifkan sebelum akhirnya difungsikan kembali.
Niat TNI AU untuk mengganti F-5 Tiger itu membuat pabrikan jet tempur dunia berlomba-lomba agar TNI AU melirik produk-produk buatan mereka. Mulai dari Saab JAS 39 Gripen, Dasault Rafale, Eurofighter, F-16 Viper maupun Su-35. Setelah tarik ulur, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menyatakan lebih tertarik membeli Su-35 buatan Sukhoi.
Kenapa Su-35, bukan F-16 Viper atau produk lainnya?
Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Agus Supriatna mengungkap alasannya lebih memilih Sukhoi Su-35 dibanding F-16. Meski, kecanggihan dan keampuhan F-16 selama mengudara sudah sangat teruji, dan disukai banyak negara, termasuk Indonesia.
Lewat buku otobiografinya berjudul "Dingo: Menembus Limit Angkasa", karya Bambang Setiawan dan Budiawan Sidik Arifianto yang diterbitkan Penerbit Buku Kompas, tahun 2016. Agus membeberkan alasan-alasannya menjatuhkan pilihan terhadap Sukhoi.
Sebagai salah satu penerbang Indonesia, Agus mengaku sudah paham betul dengan karakteristik setiap pesawat yang sudah diterbangkannya. Mulai dari pesawat latih, A-4 Skyhawk, F-5 Tiger hingga F-16. Dia juga sudah merasakan ketangguhan Sukhoi sebelum menjatuhkan pilihannya.
Agus mengungkapkan, baik F-16 Viper hingga Su-35 merupakan pesawat generasi keempat, kemampuannya pun tidak jauh berbeda. Salah satu perbedaan mendasar adalah dari segi kenyamanan bagi pilot yang menerbangkannya.
"Kalau yang paling nyaman untuk duduk, F-16 buatan Amerika. Kalau buatan Rusia, untuk duduk enggak enak," ungkap Agus.
Hanya saja, untuk ketangguhan, Sukhoi dinilai lebih bandel dibanding kompetitor terdekat, yakni F-16. Apalagi, jet tempur buatan Rusia tersebut memang dibuat khusus untuk bertempur.
"F-16 Kalau terbang di bawah 150 knot harus hati-hati, salah handle sedikit dia bisa masuk inefisien. Kalau Sukhoi kuat, hebat, tapi duduknya enggak nyaman. Rusia memang membuat pesawat ya untuk perang," paparnya.
Satu hal yang membuat Agus merasa jatuh hati dengan Sukhoi adalah kemampuannya mengunci sejumlah target di darat maupun udara secara bersamaan. Bahkan, dia sampai memberi contoh, Jakarta bisa diluluhlantakkan hanya dengan menerbangkan empat Sukhoi untuk melepaskan 18 bom.
Ketika menjadi Pangkoopsau II, Agus juga melihat secara langsung kemampuan Sukhoi dalam bermanuver di udara. Setelah melakukan loop-loop berbahaya, jet tempur tersebut bisa tetap melesat tanpa khawatir mesin mati hingga terjatuh.
"Loop-loopnya bisa begitu lho, patah-patah, hebat benar," pujinya.
Tak hanya soal itu, Su-35 tersebut diyakini bisa menandingi F-35 buatan AS yang masih dalam pengembangan. F-35 yang merupakan generasi kelima buatan Lockheed Martin tersebut memiliki teknologi canggih dan tak terdeteksi radar. Kemampuan itu membuat harganya melambung tinggi.
"Tapi untuk manuver enggak lincah," ucapnya singkat.
Meski demikian, selain unsur kemampuan pesawat. Aspek geopolitik juga menjadi pertimbangan sebelum menjatuhkan pilihannya. Apalagi pengalaman saat Indonesia di-embargo membuat banyak jet tempur terpaksa dikanibalisasi hingga tak lagi mampu terbang karena minimnya suku cadang.