Antisipasi Pembajakan Ilustrasi. (ANTARA/Vitalis Yogi Trisna) ☆
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pemerintah telah menyepakati perjanjian bilateral antara Indonesia dan Filipina untuk menanggulangi masalah pembajakan di perairan perbatasan kedua negara.
Salah satu isi perjanjian bilateral itu, kata Luhut, terkait ketentuan pengawalan oleh kekuatan militer terhadap kapal berbendera Indonesia yang akan menuju Filipina, dan sebaliknya. Nantinya, setiap kapal yang mengangkut komoditas ekonomi akan dikawal personel Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Hal itu dilakukan untuk mencegah aksi penyanderaan oleh kelompok bersenjata di perairan Filipina yang selama ini telah tiga kali terjadi terhadap kapal Indonesia. Perjanjian itu juga sebagai upaya penguatan kerja sama keamanan jalur ekonomi di wilayah Indonesia dan Filipina.
"Isi perjanjiannya misal menaruh orang dalam kapal. Artinya ada tentara untuk mengawal," kata Luhut di Jakarta, semalam.
Perjanjian bilateral tersebut dibuat antara Indonesia dan Filipina dengan diwakili oleh Menteri Luar Negeri dan Menteri Pertahanan kedua negara. Hasil kesepakatan yang disusun di Filipina itu telah dilaporkan Menteri Pertahanan RI Ryamizard Ryacudu dan Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi kepada Menko Luhut.
"Tadi saya sudah dengar dari Bu Menlu dan Pak Menhan. Intinya mereka sudah bertemu dengan counterpart-nya di sana. Ada beberapa hasil dari pertemuan yang dilaporkan," ujar Luhut.
Pada 20 Juni, tujuh anak buah kapal tugboat Charles 001 dan Robby 152 milik PT. Rusianto Bersaudara disandera kelompok militan bersenjata pimpinan Abu Sayyaf di Laut Sulu, barat daya Filipina.
Penyanderaan dilakukan saat para ABK tengah mengangkut batu bara dari Tagoloan Cagayan, Mindanao, menuju Samarinda, Kalimantan TImur.
Penyanderaan di Laut Sulu bukan pertama kali terjadi. Sebelumnya, 14 ABK Indonesia juga disandera kelompok Abu Sayyaf di perairan sekitar itu. Laut Sulu memang jalur penting bagi lalu lintas perdagangan batu bara antara Indonesia dan Filipina. Selama ini Indonesia memasok kebutuhan batu bara Filipina hampir 96 persen. Perdagangan antara kedua negara mencapai US$ 4,6 miliar dengan keuntungan sebesar US$ 3,19 miliar bagi Indonesia.
Namun akibat penyanderaan yang berulang terhadap ABK Indonesia, pemerintah Republik Indonesia menerapkan moratorium ekspor batu bara ke Filipina.
Ryamizard menegaskan, Indonesia akan melanjutkan moratorium batu bara hingga Filipina memberikan jaminan keamanan bagi kapal Indonesia yang berlayar di perairan negeri itu.
Sebelumnya, empat hari setelah penyanderaan terhadap tujuh ABK Indonesia di Laut Sulu, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan mengeluarkan maklumat pelayaran berupa larangan bagi kapal Indonesia untuk berlayar menuju Filipina.
“Larangan keras penerbitan Surat Persetujuan Berlayar bagi kapal-kapal berbendera Indonesia yang akan berlayar menuju Filipina,” kata Dirjen Perhubungan Laut, Tonny Budiono, dalam keterangan tertulisnya, 24 Juni.
Tonny menyatakan pembajakan merupakan hal serius yang tak dapat ditoleransi lagi. “Untuk itu saya minta kepada seluruh Kepala Distrik Navigasi agar menginstruksikan setiap Stasiun Radio Operasi Pantai untuk memonitor dan me-relay indikasi atau berita marabahaya sedini mungkin.”
Ia juga meminta seluruh pangkalan Penjagaan Laut dan Pantai (PLP) untuk meningkatkan kewaspadaan dan mengerahkan seluruh armada kapal yang dimiliki untuk berjaga dan berpatroli.
Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pemerintah telah menyepakati perjanjian bilateral antara Indonesia dan Filipina untuk menanggulangi masalah pembajakan di perairan perbatasan kedua negara.
Salah satu isi perjanjian bilateral itu, kata Luhut, terkait ketentuan pengawalan oleh kekuatan militer terhadap kapal berbendera Indonesia yang akan menuju Filipina, dan sebaliknya. Nantinya, setiap kapal yang mengangkut komoditas ekonomi akan dikawal personel Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Hal itu dilakukan untuk mencegah aksi penyanderaan oleh kelompok bersenjata di perairan Filipina yang selama ini telah tiga kali terjadi terhadap kapal Indonesia. Perjanjian itu juga sebagai upaya penguatan kerja sama keamanan jalur ekonomi di wilayah Indonesia dan Filipina.
"Isi perjanjiannya misal menaruh orang dalam kapal. Artinya ada tentara untuk mengawal," kata Luhut di Jakarta, semalam.
Perjanjian bilateral tersebut dibuat antara Indonesia dan Filipina dengan diwakili oleh Menteri Luar Negeri dan Menteri Pertahanan kedua negara. Hasil kesepakatan yang disusun di Filipina itu telah dilaporkan Menteri Pertahanan RI Ryamizard Ryacudu dan Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi kepada Menko Luhut.
"Tadi saya sudah dengar dari Bu Menlu dan Pak Menhan. Intinya mereka sudah bertemu dengan counterpart-nya di sana. Ada beberapa hasil dari pertemuan yang dilaporkan," ujar Luhut.
Pada 20 Juni, tujuh anak buah kapal tugboat Charles 001 dan Robby 152 milik PT. Rusianto Bersaudara disandera kelompok militan bersenjata pimpinan Abu Sayyaf di Laut Sulu, barat daya Filipina.
Penyanderaan dilakukan saat para ABK tengah mengangkut batu bara dari Tagoloan Cagayan, Mindanao, menuju Samarinda, Kalimantan TImur.
Penyanderaan di Laut Sulu bukan pertama kali terjadi. Sebelumnya, 14 ABK Indonesia juga disandera kelompok Abu Sayyaf di perairan sekitar itu. Laut Sulu memang jalur penting bagi lalu lintas perdagangan batu bara antara Indonesia dan Filipina. Selama ini Indonesia memasok kebutuhan batu bara Filipina hampir 96 persen. Perdagangan antara kedua negara mencapai US$ 4,6 miliar dengan keuntungan sebesar US$ 3,19 miliar bagi Indonesia.
Namun akibat penyanderaan yang berulang terhadap ABK Indonesia, pemerintah Republik Indonesia menerapkan moratorium ekspor batu bara ke Filipina.
Ryamizard menegaskan, Indonesia akan melanjutkan moratorium batu bara hingga Filipina memberikan jaminan keamanan bagi kapal Indonesia yang berlayar di perairan negeri itu.
Sebelumnya, empat hari setelah penyanderaan terhadap tujuh ABK Indonesia di Laut Sulu, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan mengeluarkan maklumat pelayaran berupa larangan bagi kapal Indonesia untuk berlayar menuju Filipina.
“Larangan keras penerbitan Surat Persetujuan Berlayar bagi kapal-kapal berbendera Indonesia yang akan berlayar menuju Filipina,” kata Dirjen Perhubungan Laut, Tonny Budiono, dalam keterangan tertulisnya, 24 Juni.
Tonny menyatakan pembajakan merupakan hal serius yang tak dapat ditoleransi lagi. “Untuk itu saya minta kepada seluruh Kepala Distrik Navigasi agar menginstruksikan setiap Stasiun Radio Operasi Pantai untuk memonitor dan me-relay indikasi atau berita marabahaya sedini mungkin.”
Ia juga meminta seluruh pangkalan Penjagaan Laut dan Pantai (PLP) untuk meningkatkan kewaspadaan dan mengerahkan seluruh armada kapal yang dimiliki untuk berjaga dan berpatroli.