Heli SAR AW101 AU Norwegia |
Bila di Indonesia pembelian satu unit helikopter AW101 seharga 55 juta dolar AS menjadi masalah besar karena harganya dinilai terlalu mahal, maka tidak demikian di Norwegia. Negara Nordik di Semenanjung Skandinavia ini membeli heli AW101 varian SAR (Norwegian AW101 SAR Helicopter - NAWSARH) seharga 100 juta dolar AS per unit. Tidak hanya beli satu unit, Norwegia memborong satu skadron 16 AW101 dengan nilai mencapai 1,63 miliar dolar AS untuk melengkapi kebutuhan Angkatan Udaranya.
Pengiriman batch pertama heli AW101 untuk AU Norwegia (Royal Norwegian Air Force – RNoAF) akan dilaksanakan pada Maret tahun ini dan dijadwalkan selesai semuanya pada tahun 2020. Angkasa melihat langsung sosok heli NAWSARH tersebut di fasilitas jalur produksi Leonardo Helicopters (divisi helikopter cabang UK Leonardo Company) di Yeovil, Inggris dua setengah jam perjalanan darat menggunakan mobil ke arah Barat Daya dari Kota London, pertengahan bulan ini.
Pihak Leonardo mengatakan, sesungguhnya harga sebuah helikopter sangat tergantung dengan seberapa banyak perangkat kelengkapan dan paket yang dibeli oleh pihak pembeli. Norwegia misalnya, dengan harga 100 juta dolar AS per unit heli AW101 varian SAR ini melengkapi helinya dengan berbagai kelengkapan serta 15 tahun paket suku cadang berikut dukungan dan paket pelatihannya.
“Sehingga, harga pembelian helikopter memang tidak bisa dibandingkan walaupun tipenya sama,” kata Ben Todd, Manajer Program AW101 di Yeovil kepada Angkasa. Harga ini pun, berlaku sama untuk pesawat lainnya, baik helikopter maupun pesawat sayap tetap. “Bila Anda hanya membeli pesawatnya saja, atau dengan berbagai kelengkapan, pelatihan, dan suku cadangnya untuk berapa tahun ke depan, itu akan berbeda harganya,” tambah Todd.
Mengacu pada keterangan resmi laman Leonardo Company, helikopter SAR AU Norwegia merupakan helikopter SAR tercanggih di dunia saat ini. Heli dengan kemampuan segala cuaca ini merupakan helikopter pertama yang dilengkapi dengan radar aktif AESA (active electronically scanned array) bernama Osprey buatan Divisi Airborne and Space Systems, Leonardo.
Bicara radar aktif yang sudah tentu berharga mahal, otomatis mendongkrak harga jual per unit heli yang dipesan AU Norwegia. “Indonesia dengan harga 55 juta dolar sudah dengan berbagai kelengkapan heli sesuai pesanan fungsi multiguna dan paket pelatihan serta suku cadang untuk dua tahun,” lanjut Todd.
Pengganti Sea King 43
Menteri Keadilan dan Keamanan Publik Norwegia, Anders Anundsen, saat peluncuran dua unit NAWSARH pada Mei tahun lalu di Yeovil menyatakan, heli AW101 menjadi bagian dan sarana penting bagi negaranya untuk fungsi SAR yang dijalankan oleh AU Norwegia. “Saya sangat bangga dengan upaya yang dilakukan oleh Leonardo Helicopters,” ujarnya menandai roll-out AW101 pesanan Norwegia yang tepat waktu.
Sementara Daniele Romiti, Direktur Pelaksana Leonardo Helicopters memastikan, AW101 SAR Norwegia merupakan helikopter tercanggih di dunia untuk fungsi SAR saat ini. “Kombinasi antara kabin yang luas, performa dan kemampuan segala cuaca, kelengkapan peralatan misi dan sensor terbaru heli ini tidak ada bandingannya,” kata Romiti.
Norwegia membeli AW101 untuk menggantikan peran heli SAR Westland Sea King 43 yang telah mengabdi lebih 43 tahun sejak 1973 dan telah menyelamatkan ribuan jiwa. Heli Sea King diproduksi di Yeovil yang kini menjadi bagian dari Leonardo Company. Akan halnya RNoAF, membentuk Skadron 330, bagian dari Wing Udara 137, sejak 25 April 1941 untuk menjalankan fungsi SAR.
Tentang Osprey sang radar AESA, antena radar aktif ini dibuat dalam model panel datar. Osprey merupakan radar pengamatan udara berbobot ringan yang tidak diintegrasikan dengan komponen bergerak namun mampu menghadirkan pemandangan lingkungan sekitar 360 derajat kepada pilot. Tiga pelat radar Osprey ditempatkan di heli AW101 AU Norwegia, yakni di bagian hidung dan dua lagi di bagian belakang sponson dekat roda pendarat utama.
Komponen lain yang melengakapi NAWSARH adalah sistem kontrol penerbangan otomatis digital empat sumbu, dua rescue hoist, searchlight, perangkat elektro optic, sistem deteksi telepon bergerak, avionic integrasi penuh, serta sistem misi.
AW101 AU Norwegia juga dilengkapi dengan perangkat kemanan penerbangan seperti Laser Obstacle Avoidance System (LOAM) dan Obstacle Proximity LIDAR System (OPLS) yang memberikan peringatan bahaya dari kabel-kabel atau rintangan lainnya dalam penerbangan heli.
Kabin AW101 yang luas dilengkapi pintu samping dan pintu belakang yang luas pula, sehingga memudahkan akses personel SAR, survivor, maupun peralatan. Atap kabin heli AW101 yang tinggi, tidak menyulitkan personel untuk harus selalu menunduk saat melakukan aktivitas di dalam heli.
Akselerasi mengagumkan
AW101 dilengkapi tiga mesin, memberikan tenaga yang besar dan kemampuan akselerasi yang mengagumkan. Empat tanki bahan bakar dan bisa ditambah satu lagi, memungkinkan heli menjelajah dalam jarak yang jauh dengan lama terbang mencapai enam jam.
Angkasa merasakannya langsung dalam penerbangan satu jam di kawasan Yeovil. Heli AW 101 dapat terbang menyamping, ke kiri maupun ke kanan, dan terbang mundur ke belakang dengan kecepatan tinggi. Kemampuan menghadang angin samping juga mengagumkan, hal yang sulit dicapai oleh helikopter dengan tenaga minim. Dalam penerbangan kala itu misalnya, tercatat angin samping mencapai 40 knot menerpa heli.
Pilot uji Andrew Raggett menerangkan kepada Angkasa, sistem yang ada di heli AW101 sangat-sangat meringankan kerja pilot. Dengan melakukan setting pada sistem komputernya, pilot bahkan bisa lepas tangan. “Lepas tangan, biarkan, dan heli akan terbang sesuai perintah yang kita masukkan,” ujarnya di kokpit AW101.
AW101 sendiri dengan tiga mesin GE CT7-8E turboshaft mampu terbang jelajah dengan kecepatan150 knot. Rangka heli didesain memiliki crashworthiness hingga 20G (20 kali gravitasi bumi), melebihi batas kebutuhan penggunaan di kalangan sipil yang 15G. Berbeda dengan helikopter lainnya, sejak awal AW101 memang dirancang sebagai helikopter militer. Atas spesifikasinya yang unggul dan tingkat keselamatannya yang sangat tinggi, banyak operator penerbangan kemudian menggunakannya sebagai helikopter VIP/VVIP termasuk untuk kalangan sipil sekalipun.
Satu kelebihan lain dari heli AW101, adalah teknologi BERP (British Experimental Rotor Programme) yang memungkinkan seluruh heli AW101, termasuk milik Norwegia, tidak akan menimbulkan udara sapuan baling -baling yang bakal balik menutupi helikopter itu sendiri. Artinya, dalam penggunaan seperti di medan gurun berpasir, pasir dan debu tidak akan beterbangan menutupi heli, melainkan menyebar ke samping membentuk rupa donat (Donut Effect) sehingga heli ini sangat aman digunakan di pangkalan-pangkalan yang kurang baik landasannya termasuk di lingkungan berpasir. AW101 merupakan helikopter militer yang telah combat proven di medan Afghanistan.
Teknologi BERP juga memungkinkan suara baling-baling lebih lembut dan “nyaris tak terdengar” saat heli terbang mendekati pangkalan. Sebagaimana kita ketahui, suara baling-baling helikopter begitu khas dan seringkali sudah terdengar dari jarak yang masih jauh. Tidak demikian dengan heli AW101. Dalam penerbangan, AW101 juga memiliki tingkat vibrasi dan noise yang rendah dibandingkan helikopter lainnya.
Gearbox pada heli AW101 dirancang sedemikian rupa dengan proteksi anti-es dan masih menyisakan kemampuan terbang selama 30 menit dalam kondisi gearbox mengalami “run dry” sehingga pilot masih punya waktu untuk mendaratkan heli ke tempat aman. Di negara tropis seperti Indonesia, maupun di medan beriklim panas seperti di Timur Tengah, AW101 tetap bisa dioperasikan hingga suhu 50 derajat Celcius.
AU Norwegia telah mempersiapkan lima pangkalan sebagai basis penempatan heli SAR AW101 mereka. Yakni di Banak, Bodo, Orland, Sigge, dan Sola. Pemerintah Norwegia juga mempertimbangkan untuk menambah lagi enam AW101 lagi guna penempatan heli ini di Floro.
AW101 yang mulai dikembangkan sejak tahun 2006, hingga saat ini telah mendapatkan 207 unit pesanan di mana180 unit telah dikirimkan kepada para pemesannya. Sesungguhnya, heli ini tidak bisa dibandingkan dengan EC725/H225M Cougar buatan Airbus sebagaimana ramai diperbincangkan di Indonesia. Mengapa, karena kelasnya beda, kapasitas angkutnya beda (contoh kabin AW101 adalah 77% lebih luas dari kabin Cougar), performa beda, dan teknologi AW101 lebih tinggi dibanding Cougar.
TNI AU sendiri telah membeli enam unit Cougar kepada Airbus melalui PT Dirgantara Indonesia di mana baru dua unit yang diterima hingga saat ini. Sangat tidak relevan bila kedua helikopter terus menerus diperbandingkan dan memancing polemik tak berkesudahan. Toh, kedua helikopter sangat dibutuhkan oleh TNI AU guna mendukung pelaksanaan tugas pokoknya.
Penggunaan satu jenis helikopter dari satu pabrikan, tentu lebih menimbulkan risiko di mana bila terjadi sesuatu pada heli bersangkutan, maka seluruh heli harus di-grounded. Artinya, tidak ada lagi armada heli lain yang bisa diandalkan.
Kembali ke Norwegia, atas pesanan 16 helikopter AW101, pihak Leonardo Company pun kemudian memberikan bonus berupa pendirian pusat simulator bergerak AW101 di negeri yang berbatasan dengan Swedia, Finlandia, dan Rusia tersebut. Roni Sontani
Sumber : http://angkasa.co.id/