Kepala Distrik Paro Kab. Nduga Papua,Inginkan Masyarakat Pegunungan Tengah Makmur Dan Sejahtera

militer-id.blogspot.COM,(13/12).NDUGA PAPUA, Distrik Paro  Kab. Nduga Papua adalah salah satu daerah terpencil di wilayah pegunungan tengah Papua yang selama ini terisolasi dari dunia luar.

Sevianus Melangen (48). Kepala Distrik Paro Kab. Nduga Papua.kepada media ini saat ditemui baru-baru ini mengatakan,Satu-satunya sarana transportasi adalah bandara perintis yang konon dibangun sendiri dengan swadaya masyarakat dibantu oleh aparat TNI (ABRI). Namun kini harapan masyarakat menjadi besar dimana Distrik Paro menjadi salah satu daerah yang akan dilewati pembangunan jalan Trans Papua dari Wamena-Kenyam-Mumugu.

Sevianus Melangen, Sosok Ayah dari 3 orang Putra ini selalu terlihat semangat dengan gaya bahasa yg berapi-api bila sedang pidato di hadapan rakyatnya.Selain sebagai kepala Suku dia juga selalu meluangkan waktu berperan sebagai guru mengajar di Sekolah. Sevianus juga sangat giat membimbing masyarakat bertani. Sekarang masyarakat Paro sedang giat bercocok tanam dengan tanaman jangka panjang seperti pohon durian, kopi, rambutan dan lain-lain.

Dibawah bimbingan Babinsa Kodim 1702/JWY yaitu Sersan Timitius Nirigi dan Sersan Dellar Kogoya. Kepala suku Sevianus Melangen dan Babinsa Sersan Timitius Nirigi pernah menjadi salah satu korban penyanderaan TPN/OPM (Tentara Nasional Papua/Organisasi Papua Merdeka) Mapenduma pada bulan Januari hingga bulan Maret tahun 1996 saat mendampingi Tim peneliti Ekspedisi Lorentz 95/96.

Sevanus pun bercerita saat ia disandera oleh OPM. Saat itu bulan Januari, istri Saya sedang persiapan melahirkan tiba-tiba Saya dan Adik Timitius Nirigi dikepung oleh OPM yang bersenjata, Kami ikut di Sandera karena mereka tahu kalau selama ini kami yang membantu Tim peneliti Ekspedisi Lorenzt. Kami sengaja ikut di Sandera karena kelompok OPM takut kalau kami menunjukkan jalan kepada TNI daerah tempat penyanderaan. "Makanya anak Saya yang baru lahir Saya beri nama Jan Sandra Kogoya artinya anak yg lahir pada saat peristiwa penyanderaan pada bulan Januari, Sekarang anak Saya sedang Sekolah di Timika". Tutur Sevianus berapi-api.

Mereka (OPM) itu mengacau, dalam perjuangannya selalu mengatasnamakan Agama, tetapi mereka orang-orang yang tidak beriman, mereka mencari makan dengan cara merampok, memeras dengan alasan hukum ulayat, memalang bahkan membunuh orang yang tidak berdosa padahal dalam ajaran Kristus kita dilarang membunuh. Mereka makan dari mana? Mereka tidak mau bekerja, tidak mau bertani padahal tanah pegunungan Papua sangat subur.

Mereka menyandera Tim peneliti karena mereka minta tebusan yang sangat besar. Banyak OPM sebenarnya adalah guru, seperti Kelly Kuwalik, Enden Wanimbo, Daniel Kogoya dll. Tapi merka mengajari anak-anak Papua bukan untuk menjadi pintar tapi untuk menjadi pengacau. Lanjut Sevianus.

Dia juga bercerita bahwa pekerja jalan telah di bunuhi oleh OPM."OPM juga membunuh para pekerja jalan secara sadis karena tidak diberi uang. Padahal pekerja jalan itu bekerja untuk mensejahterahkan Orang Papua" katanya.

Beberapa hari yang lalu Saya marahi beberapa Kepala Suku dari Kenyam karena menghalangi pembangunan jembatan Kali Min di Kenyam dengan memaksa minta uang pembebasan tanah Ulayat sebesar 2 Milyar dengan mengatasnamakan Rakyat.

"Tanah Papua ini khususnya wilayah begunungan ibaratnya adalah rumah yang tidak ada pintunya. Orang di dalam rumah tidak bisa keluar, orang yang di luar tidak bisa masuk, kalau kami Sakit maka kami mati di dalam rumah, kalau kami lapar maka kelaparan di dalam rumah. Jadi pintunya adalah jalan dan jembatan. Kalau Jalan dan Jembatan sudah bagus maka kami dengan mudah bisa keluar untuk berobat bila sakit dan anak-anak pegunungan bisa sekolah yang tinggi. Hasil pertanian yang melimpah bisa di jual keluar. Orang dari luar juga bisa dengan mudah masuk membawa sembako, bahan bangunan dan lain-lain". Tutur sevianus

Kalau ada yang minta sejumlah uang, Lanjutnya, untuk pembebasan hak ulayat untuk pembangunan jalan dan jembatan berarti mereka telah menjual hak ulayat anak Papua, bila nanti Jalan dan Jembatan sudah jadi maka Orang Papua yang mau melewati Jalan dan Jembatan tersebut harus membayar karena kita sudah tida punya Hak. "Jadi dalam rangka pembangunan Jalan dan Jembatan, hak ulayat anak Papua tidak ada yang diambil oleh siapapun justru sebaliknya ditingkatkan kualitasnya sehingga tanah di sekitar Jembatan dan Jalan yang dibangun punya akses dan bernilai tinggi sehingga Rakyat menjadi hidup Sejahtra". Demikian Sevianus menjelaskan yang terjadi di Papua secara gamblang.(Ist)

BAGIKAN KE ORANG TERDEKAT ANDA
ONE SHARE ONE CARE

Sekilas tentang penulis : Muns

Badas Indonesia